Setiap daerah punya kebudayaannya masing-masing, termasuk dalam pelaksanaan upacara pernikahan. Rangkaian ritual adat ini biasanya dimulai sejak beberapa hari sebelum hingga setelah pernikahan. Nah, jika di Jawa biasa dilakukan prosesi siraman sebelum hari pernikahan, maka di Minangkabau, Sumatera Barat, ada ritual yang disebut ‘malam bainai’ tepat malam hari sebelum hari pernikahan.
Seperti apa ya pelaksanaan adat malam bainai yang dilakukan oleh calon pengantin Minang? Yuk, kita telusuri sama-sama!
Prosesi malam bainai merupakan momen penting sebagai wujud doa restu dari para sesepuh keluarga dan juga kerabat dekat di malam hari sebelum pernikahan
Perihal menikahkan anak gadis di Minangkabau bukan saja dianggap sebagai suatu yang sangat sakral tetapi juga kesempatan bagi segenap keluarga dan kerabat untuk saling menunjukkan partisipasi dan kasih sayangnya kepada pihak yang punya hajat. Karena itu jauh-jauh hari sebelum akad nikah dilangsungkan, semua keluarga dan tetangga terdekat akan berkumpul di rumah yang punya hajat dan ikut membantu menyelesaikan berbagai macam persiapan pernikahan. Pada kesempatan inilah acara malam bainai itu diselenggarakan, di mana seluruh keluarga dan kerabat menunjukkan kasih sayang dan memberikan doa restunya untuk melepas calon anak daro (sebutan untuk pengantin wanita) yang besok pagi akan dinikahkan.
Malam bainai juga merupakan prosesi memakaikan inai atau daun pacar merah ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita
Secara harfiah, bainai artinya berinai atau memakaikan inai, yang berarti melekatkan tumbuhan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita. Tumbukan daun inai ini akan meninggalkan bekas warna merah cemerlang di kuku setelah dipakai semalaman. Selain memberi tanda bahwa wanita tersebut sudah menikah, dengan memakai inai, pengantin wanita diyakini akan terlindung bahaya atau hal-hal buruk lainnya jika sudah melewati prosesi ini.
Uniknya, nggak sepuluh kuku jari tangan dipakaikan inai, tapi hanya sembilan jari. Karena sepuluh berarti sempurna, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan. Inai yang dipakaikan ke masing-masing kuku jari yang dipakaikan inai pun punya doa dan makna yang berbeda-beda. Para kerabat yang memakaikan inai biasanya akan membisikkan kata-kata berisi nasihat tentang berumah tangga kepada calon anak daro.
Di malam bainai, calon anak daro juga pakai busana khusus lho!
Pakaian wajib yang dipakai selama malam bainai adalah baju tokah yang terbuka di bagian lengan dan hiasan kepala khas Minang atau suntiang. Baju tokah merupakan sebuah selendang yang dipakaikan secara menyilang di dada calon anak daro namun bahu dan lengan dibiarkan terbuka. Sedang suntiang yang digunakan adalah yang tingkatannya lebih rendah daripada suntiang yang digunakan untuk upacara pernikahan. Untuk menyemarakkan suasana, orang-orang yang hadir biasanya juga mengenakan busana khusus. Teluk belanga untuk pria dan baju kurung ringan bagi wanita, begitu juga ayah bunda dari calon anak daro.
Sebelum melakukan prosesi malam bainai, biasanya calon anak daro akan menjalani ritual mandi pada siang atau sore harinya
Hampir sama dengan prosesi siraman dalam tradisi Jawa, calon anak daro dibawa dalam arak-arakan menuju ke tepian atau ke pincuran tempat mandi umum yang tersedia dikampungnya. Sebelum dimandikan, perempuan-perempuan tua yang mengiringinya, termasuk ibu dan neneknya membacakan doa terlebih dulu. Bedanya dengan siraman, di ritual ‘mandi-mandi’ tradisi Minang hanya dipercikkan air kembang sebagai simbol saja. Air kembang ini dipercikkan menggunakan sebuah daun bernama daun sitawa sidingin atau daun cocor bebek. Jumlah percikannya pun nggak boleh genap, melainkan harus ganjil dengan keyakinan bahwa angka-angka ganjil selalu berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sakral, seperti salat lima waktu, tujuh lapisan langit, dan masih banyak lagi.
Usai ‘mandi-mandi’, calon anak daro dibimbing kedua orangtua berjalan menuju pelaminan dan dipakaikan inai di kuku-kuku jarinya
Calon anak daro kemudian akan dituntun oleh kedua orangtuanya berjalan di atas kain jajakan berwarna kuning terbentang menuju pelaminan, tempat acara malam bainai dilangsungkan. Hal ini melambangkan perjalanan calon anak daro dari kecil sampai dewasa. Setiap kain yang dilewati oleh calon anak daro akan digulung oleh dua orang saudara laki-laki yang mengandung arti supaya pernikahan yang ditempuhnya cukup satu kali seumur hidupnya. Sesampainya di pelaminan, calon anak daro akan dipakaikan daun inai secara bergantian oleh ibu-ibu yang dituakan. Beberapa kesenian-kesenian tradisional Minang juga akan ditampilkan untuk meramaikan prosesi ini.
Ternyata, tradisi malam bainai nggak sesederhana menghiasi kuku calon pengantin wanita dengan daun inai, ya! Ada banyak pesan dan petuah yang disisipkan dalam prosesi ini. Kamu yang cewek Minang, sudah siapkah menjalani prosesi malam bainai?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
from Hipwee https://ift.tt/2jfsl5k
Info Tentang Perawatan Rambut Klik Saja Green Angelica
0 Komentar